Jelajahnusantara.co.id| Jakarta – Aktivis muda, Fredi Moses Ulemlem, mendesak Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto untuk membuka mata terhadap realitas getir di Provinsi Maluku. Wilayah yang kerap hanya dipandang sebagai “halaman belakang” NKRI ini masih bergelut dengan deretan problem 3T: tertinggal, terdepan, dan terluar.
“Pemerintah pusat tak bisa terus-terusan menutup telinga. Infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan di Maluku masih jauh tertinggal. Maluku bukan sekadar pulau-pulau eksotis untuk brosur pariwisata, tapi rumah rakyat yang butuh keadilan,” tegas Fredi.
Sebagai daerah kepulauan, Maluku menghadapi tantangan konektivitas yang akut. Jangankan mengakses rumah sakit dan sekolah, distribusi barang pokok pun kerap tersendat karena laut dijadikan alasan klasik. “Bagaimana rakyat bisa hidup layak kalau kapal saja jarang berlabuh dan jalur logistik tersumbat? Negara harus hadir, bukan sekadar berjanji,” sindirnya.
Selain problem akses, Maluku juga berhadapan dengan isu maritim yang kerap dilupakan pusat. Penangkapan ikan ilegal, penyelundupan barang, hingga perdagangan manusia di perairan menjadi luka laten yang terus dibiarkan. “Ketahanan maritim bukan hanya soal kapal perang, tapi soal rakyat kecil nelayan yang sering jadi korban permainan,” tambah Fredi.
Ia menegaskan, pengelolaan kawasan perbatasan harus berbasis tiga pilar: keamanan, kesejahteraan, dan lingkungan. Tanpa itu, Maluku hanya akan jadi pintu belakang bagi mafia laut, bukan benteng maritim Nusantara.
Lebih jauh, Fredi menyerukan agar generasi muda Maluku tidak tercerabut dari akar kearifan lokalnya. “Pancasila harus jadi napas perjuangan, tapi jangan lupakan adat dan nilai lokal. Di situlah kekuatan Maluku untuk bertahan dari arus ketidakadilan,” pungkasnya.
Desakan ini sekaligus tamparan bagi rezim Prabowo: apakah Maluku tetap diperlakukan sebagai “anak tiri” republik, atau benar-benar diakui sebagai bagian penting yang menjaga gerbang Nusantara.(JNAS).









