Jelajahnusantara.co.id| Dieng- Banjarnegara — Perjalanan kami (saya dan Bang Dicky Darwis) ke Dieng Culture Festival tahun ini menjadi pengalaman penuh kesan. Tak hanya menikmati suasana dingin pegunungan dan kemeriahan festival budaya. Festival yang berlangsung meriah tersebut menampilkan berbagai rangkaian acara seperti aksi Dieng bersih, Lomba domba Batur, Bazar UMKM, seni tradisi, musik, penerbangan lampion, kirab budaya, prosesi jamasan ruwat anak rambut gimbal dan ngalap berkah/berdoa. Acara ini berlangsung selama 2 hari dari tanggal 23 – 24 Agustus 2025 di area Candi Arjuna, Dieng. Perjalanan itu juga mempertemukanku dengan sosok bernama Ahmad Kharis Fariqin atau yang sering dipanggil dengan Haris akhirnya membawa langkahku bertemu dengan anak berambut gimbal, ikon has Dieng yang penuh makna.

Keesokan harinya berangkatla ke Desa Kalijeruk, Siwuran, Garung – Wonosobo tempat Haris mempertemukan kami dengan anak si rambut gimbal yang bernama Valendra Aditama yg sebentar lagi berusia 5 thn. Alhamdulillah bisa bincang-bincang seru kami dengan orang tua Valen yg bernama Pak Karim dan juga Mas Haris membahas tradisi Gimbal Dieng di Wonosobo. Perjalanan kami kali ini membawa kami ke sebuah kawasan yang sarat dengan legenda dan budaya. Salah satu kisah yang paling menarik perhatian adalah keberadaan anak-anak berambut gimbal, yang dipercaya sebagai anugerah sekaligus titipan alam yg konon katanya memiliki indera ke-6.

Valendra wajahnya polos dan ceria, dengan rambut khas yang tumbuh alami tanpa pernah bisa diluruskan. Rambut gimbalnya tumbuh alami sedikit sedikit yang dimulai dengan demam. Pada sebagian anak di dataran tinggi dieng, kabupaten wonosobo telah lama menjadi fenomena unik yang sarat dengan nilai budaya dan kepercayaan bagi warga Dieng, rambut gimbal bukanlah sekedar gaya rambut melainkan dipercaya memiliki kaitan erat dengan kekuatan mistis serta sejarah leluhur.

Menurut cerita turun temurun, asal usul rambut gimbal tak lepas dari legenda tokoh spritual Dieng, yaitu mbah Kolodete yang diyakini sebagai penjaga dan leluhur masyarakat Dieng, konon, anak anak yang mendapat anugerah rambut gimbal disebut dengan titipan dari alam gaib, khususnya dari penguasa Dieng. Rambut yang menggimbal dengan sendirinya itu dipercaya muncul sebagai tanda istimewa, sehingga anak anak tersebut disebut anak gimbal/gembel.
Saat anaknya bersedia rambutnya dipotong, Orang tua dari anak rambut gimbal biasanya menunggu waktu tertentu untuk melaksanakan prosesi ruwatan, yaitu upacara adat yang dipercaya dapat melepaskan beban sang anak. Dalam prosesi ini, permintaan anak harus dipenuhi sebelum rambut gimbalnya dipotong, sebagai simbol agar ia tumbuh sehat dan terhindar dari gangguan. Tetapi kalau permintaan si anak tidak terpenuhi maka rambut gimbalnya setelah dipotong akan tumbuh gimbal lagi. Ruwatan ini tidak bisa dilakukan sembarangan. Anak gimbal terlebih dahulu akan menyampaikan permintaan unik contohnya ada anak yang minta kentut satu bambu, ada juga yg minta nikah sama tetangganya yang masih sampai sementara anak itu masih berusia 5 thn. Permintaan tersebut harus dipenuhi agar prosesi ruwatan berjalan lancar. Setelah itu, rambut gimbal dipotong oleh tokoh adat atau sesepuh dengan iringan doa.

Tradisi ini terus dijaga hingga kini dan menjadi salah satu daya tarik wisata budaya di Dieng, terutama dalam dieng culture festival yang rutin digelar setiap tahun. prosesi pemotongan rambut gimbal di acara tersebut selalu menyedot perhatian wisatawan karena sarat degan nilai spritual sekaligus menperlihatkan kekayaan tradisi jawa. Rambut gimbal adalah warisan leluhur yang mencerminkan hubungan erat antara manusia, alam dan dunia spritual.

Kami bertemu dengan si rambut gimbal bukan hanya sebuah pengalaman pribadi, tetapi juga pengingat tentang betapa kayanya tradisi dan budaya di nusantara. Dari Dieng Wonosobo aku belajar bahwa di balik sehelai rambut tersimpan cerita panjang tentang kepercayaan, doa, dan kearifan lokal yang terus hidup hingga kini.
Reporter: ASN.









