tours
WhatsApp Image 2025-07-16 at 11.57.32_1087950a
previous arrow
next arrow

Anak Buah Dibantai, Elit Politik Selamat: Tragedi Ojol dan Kepolisian di Mata Fredi Moses

Jelajahnusantara.co.id|Jakarta – Kasus tewasnya dua ojek online, Affan Kurniawan dan Moh Umar Amirudin, yang dilindas kendaraan taktis Brimob, kembali menjadi sorotan tajam pengamat hukum dan politik Fredi Moses Ulemlem. Menurutnya, insiden ini bukan sekadar tragedi tunggal, tetapi cerminan nyata bagaimana kepolisian dan masyarakat kecil menjadi korban kepentingan oligarki, elit politik, dan koruptor.

“Saya turut berdukacita sedalam-dalamnya atas meninggalnya saudara kita. Namun, yang lebih memprihatinkan adalah cara institusi kepolisian melalui Komisi Kode Etik Profesi (KKEP) terlalu gegabah dan terburu-buru dalam mengambil keputusan. PTDH Kompol Cosmas adalah bukti nyata tekanan publik yang dimanfaatkan elit politik,” ungkap Fredi dengan nada tajam.

Menurut Ulemlem, kasus ini seharusnya tidak dipidanakan. Ia merujuk Pasal 48 KUHP tentang overmacht atau daya paksa, serta Pasal 50 dan 51 KUHP yang menjelaskan bahwa seseorang yang melaksanakan perintah jabatan atau ketentuan undang-undang tidak bisa dijatuhi pidana. Bahkan UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian memberikan diskresi agar pejabat polisi dapat bertindak demi kepentingan umum dalam keadaan yang sangat perlu.

“Kompol Cosmas dan rekan-rekannya hanyalah pelaksana perintah. Yang seharusnya diperiksa adalah pejabat yang memberikan instruksi tersebut. Tapi ironisnya, anak buah yang melaksanakan tugas di lapangan justru dijadikan kambing hitam,” tegas Fredi.

Ia menambahkan, kepolisian dan korban ojol hanyalah pion dalam pertarungan kepentingan oligarki dan elit politik yang ingin menunjukkan kuasa mereka. “Ini bukan hanya soal hukum atau etika, tapi soal bagaimana sistem yang melindungi para koruptor menindas rakyat kecil,” ujarnya.

Fredi mengingatkan, cepatnya keputusan KKEP mem-PTDH Kompol Cosmas tanpa mempertimbangkan aspek hukum yang jelas adalah bentuk ketergesaan yang dipolitisasi. Kasus ini membuka mata publik bahwa institusi yang seharusnya melindungi justru menjadi alat elite dalam mempertahankan kekuasaan dan membungkam kritik rakyat.

“Kalau mau adil, mulai dari pejabat pemberi perintah harus bertanggung jawab. Bukan anak buah di lapangan yang dijadikan kambing hitam,” pungkasnya dengan nada geram.(sang)

Penulis: SangEditor: JNAS

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *