tours
WhatsApp Image 2025-07-16 at 11.57.32_1087950a
previous arrow
next arrow

Demokrasi Bukan Dagangan: Fredi Moses Ulemlem Bongkar Arogansi KPU

Jelajahnusantara.co.id|Jakarta – Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI kembali jadi sorotan. Kali ini, bukan soal teknis penyelenggaraan pemilu, melainkan keputusan kontroversialnya: Keputusan KPU Nomor 731 Tahun 2025 yang sempat mengecualikan 16 dokumen penting capres-cawapres dari akses publik.

Langkah itu langsung memicu kegaduhan. Ketua KPU RI, Afifuddin, terpaksa angkat suara dan menyampaikan permintaan maaf dalam konferensi pers di Kantor KPU RI, Selasa (16/9/2025). Keputusan tersebut resmi dibatalkan, tapi publik keburu geram.

“Permintaan maaf itu bagus, tapi tidak cukup. Publik punya hak untuk tahu siapa calon pemimpinnya, latar belakangnya, sampai rekam jejaknya. Dokumen itu bukan milik pribadi elite politik, melainkan milik rakyat,” tegas Fredi Moses Ulemlem, aktivis demokrasi dan transparansi, saat dihubungi redaksi.

Menurut Fredi, keputusan KPU untuk menutup dokumen penting itu bukan hanya maladministrasi, tapi juga serangan terhadap hak rakyat. Dalam Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik, setiap pengecualian informasi wajib melalui mekanisme uji konsekuensi—yakni pertimbangan serius apakah menutup informasi benar-benar melindungi kepentingan umum atau justru mengorbankannya.

“Uji konsekuensi bukan formalitas. Kalau dilakukan sungguh-sungguh, KPU pasti sadar bahwa menutup informasi justru memperbesar kecurigaan publik. Demokrasi tidak boleh dijalankan dengan kacamata kuda ala birokrasi,” tambah Fredi.

KPU berdalih penutupan dilakukan demi kepentingan tertentu. Namun bagi kalangan kritis, alasan itu rapuh. Justru keterbukaan penuh akan memperkuat legitimasi pemilu, bukan melemahkannya.

“Jangan terjebak dalam logika paternalistik: seolah rakyat tidak siap dengan informasi. Itu logika kolonial. Demokrasi justru mengandaikan rakyat bisa mengakses dan menilai sendiri,” kata Fredi.

Pembatalan Keputusan KPU Nomor 731/2025 memang meredakan gejolak sesaat. Tapi luka ketidakpercayaan sudah terlanjur menganga. Publik kini bertanya-tanya, ada kepentingan siapa di balik upaya menutup 16 dokumen itu?

“Kalau KPU benar-benar mau menebus kesalahan, jangan berhenti di permintaan maaf. Buka semua dokumen, lakukan audit transparansi, dan tunjukkan keberpihakan pada rakyat, bukan pada elite politik,” tutup Fredi Moses Ulemlem.(JNAS).

Penulis: JNASEditor: JNAS

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *