tours
WhatsApp Image 2025-07-16 at 11.57.32_1087950a
previous arrow
next arrow

Ekonomi Indonesia Tak Pernah Merdeka: Purbaya Siap Robohkan Status Quo

Jelajahnusantara.co.id| Jakarta – Menteri Keuangan (Menkeu) baru, Purbaya Yudhi Sadewa, tampil blak-blakan dalam rapat kerja perdananya bersama Komisi XI DPR RI. Ia menegaskan bahwa problem struktural ekonomi Indonesia sudah berlangsung sejak krisis 1998 dan masih membayangi hingga era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) maupun Joko Widodo (Jokowi).

“Mesin ekonomi kita pincang,” tegas Purbaya. “Ketidakseimbangan antara kebijakan fiskal dan moneter membuat sektor swasta tidak mampu berkembang optimal.”

Dalam pemaparannya, Purbaya menyoroti dua pendekatan ekonomi yang kontras:

– Era SBY: Pertumbuhan ekonomi rata-rata mencapai 6% berkat kebijakan moneter longgar. Uang beredar tumbuh hingga 17%, kredit naik 22%, dan sektor swasta berkembang pesat. Tax ratio pun ikut meningkat.

– Era Jokowi: Fokus pada pembangunan infrastruktur melalui belanja fiskal besar-besaran. Namun, kebijakan moneter tidak memperluas likuiditas. Akibatnya, sektor swasta tertahan dan pemerintah menjadi motor utama pertumbuhan ekonomi.

Menghadapi era Presiden Prabowo Subianto, Purbaya menawarkan strategi ganda: mempercepat belanja pemerintah sekaligus melonggarkan likuiditas melalui sistem perbankan.

Pengamat ekonomi independen, Narisa, menilai gagasan Purbaya tepat namun penuh risiko.

“Memperkuat sektor swasta lewat likuiditas sekaligus mempercepat belanja pemerintah adalah strategi menjanjikan. Tapi disiplin fiskal dan stabilitas moneter harus dijaga agar inflasi tidak meledak,” ujarnya.

Ia juga menekankan pentingnya menjaga independensi Bank Indonesia di tengah fluktuasi suku bunga global dan ketidakpastian ekonomi internasional.

Praktisi hukum sekaligus pengamat kebijakan publik, Fredi Moses Ulemlem, menilai keberanian Purbaya sebagai energi baru dalam kabinet.

“Purbaya berani mengakui kelemahan masa lalu dan menawarkan solusi konkret. Tapi strategi ini tidak bisa hanya dikerjakan secara teknokratik. Harus ada sinergi politik yang solid antara pemerintah, DPR, dan Bank Indonesia,” tegas Fredi.

Menurutnya, kepercayaan publik akan menjadi penentu utama. Transparansi data dan komunikasi publik yang jujur disebut vital untuk mencegah spekulasi pasar.

Purbaya tetap optimistis. Ia menargetkan pertumbuhan ekonomi Indonesia 6–7% dalam jangka pendek, bahkan 8% dalam jangka panjang.

“Target ini ambisius tapi bukan mustahil, asalkan kebijakan fiskal dan moneter berjalan seiring,” ujarnya.

Namun, pasar finansial menunjukkan sikap hati-hati. Rupiah melemah lebih dari 1%, IHSG turun 1,5%, dan pasar obligasi internasional masih mencatat sentimen negatif.(sang)

Penulis: SangEditor: JNAS

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *