tours
WhatsApp Image 2025-07-16 at 11.57.32_1087950a
previous arrow
next arrow

Mentor Tumbang, Junior Berduka: Kasus Noel Dinilai Sarat Jebakan Politik

Jelajahnusantara.co.id| Jakarta – Malam ini, langit Jakarta seakan ikut berduka. Hujan tidak turun, tapi hati para kader dan junior basah oleh air mata. Kabar penangkapan Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer—Noel, begitu ia dipanggil akrab—oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam operasi tangkap tangan (OTT) menampar keras ruang-ruang sunyi, meninggalkan luka yang belum tahu kapan akan sembuh.

Bagi kami, berita ini bukan sekadar deretan huruf di layar ponsel. Ia bagai kabar duka yang datang di malam tak berbintang. Luka yang menganga, sebab Noel bukan hanya pejabat, bukan pula sekadar politisi. Ia adalah abang, mentor, dan sekaligus cahaya yang pernah menerangi jalan kami ketika langkah masih gamang.

“Sedih sekali. Tidak pernah terpikir abang yang dulu menampung kami di jalanan kini duduk di kursi pesakitan. Tapi apalah daya, hukum tetap harus berjalan,” lirih Songko, kader muda asal Blitar, yang dulu pernah sehidup semati bersama Noel di masa-masa aktivis jalanan.

Namun di balik air mata, ada tanda tanya besar. Tidak sedikit yang percaya, kasus ini terlalu pahit untuk dicerna apa adanya. Ada yang menyebutnya jebakan politik, pusaran gelap yang tak mudah diterka dan seringkali sulit dibuktikan.

Dr. Rahmat Wibisono, pengamat hukum dari Universitas Airlangga, menegaskan:

“Kalau kita cermati pola OTT selama ini, kerap muncul tanda intervensi. Noel bukan orang sembarangan, ia aktivis keras kepala yang pernah menyentuh lingkar kekuasaan. Spekulasi jebakan tentu tak bisa dihindari. Tapi akhirnya, hukumlah yang harus bicara.”

Nada getir juga datang dari aktivis 98, Arifin “Cak Ipul” Subagyo, sahabat seperjuangan Noel di jalanan penuh gas air mata.

“Noel bukan tipikal orang yang rakus harta. Ia menampung anak-anak jalanan, merawat juniornya. Sulit membayangkan ia tergoda uang. Publik harus hati-hati menilai—karena bisa jadi ini bukan sekadar perkara hukum, melainkan ada aroma politik yang pekat.”

Noel memang bukan tokoh biasa. Ia adalah bagian dari sejarah politik kontemporer Indonesia. Seorang panglima jalanan yang berdarah-darah memperjuangkan suara rakyat, yang berani berdiri di barisan depan ketika banyak memilih mundur. Ia pula yang pasang badan membela Prabowo–Gibran di tengah badai kritik dan cibiran.

Dan kini, melihat abang yang dulu mengibarkan panji perlawanan justru terjerat kasus, rasanya bagai disambar petir di siang bolong.

Luka ini bukan semata karena seorang kader ditangkap. Luka ini terasa karena cahaya yang dulu kami ikuti kini meredup begitu cepat.

Kami, generasi muda, paham bahwa hukum harus ditegakkan. Namun hati kecil kami sulit menghapus jejak Noel—yang pernah mengajarkan arti keberanian, kesetiaan, dan bagaimana suara kecil bisa mengguncang panggung besar politik negeri.

Kini, media sosial pun dipenuhi doa dan kenangan. Seorang kader menulis dengan pilu:

“Bang, kalau kau membaca ini, jangan pernah merasa sendiri. Kami tetap ada di sini. Mendukung, mendoakan, dan menyimpan kenanganmu sebagai inspirasi—entah kisah indah, entah yang getir.”

Akhirnya, hukumlah yang akan menentukan ke mana arah jalan Noel. Tetapi satu hal pasti: rasa hormat, kenangan, dan air mata kami tak akan pernah pudar.

Untuk abang yang pernah mengajarkan arti berjuang sampai berdarah-darah demi sebuah cita-cita.(pin)

Penulis: PinkEditor: JNAS

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *