tours
WhatsApp Image 2025-07-16 at 11.57.32_1087950a
previous arrow
next arrow

Revolusi Belum Selesai: Fredi Moses Soroti Rapuhnya Aktivis dan Kuatnya ASN

Jelajahnusantara.co.idJakarta – Bangsa ini belum benar-benar merdeka. Seperti pernah diteriakkan Bung Karno, “Revolusi belum selesai!” Meski Indonesia bebas dari penjajahan asing, kini rakyat jelata justru dijajah oleh birokrasi yang lahir dari tubuh bangsa sendiri.

Siapakah birokrasi itu? Mereka adalah Aparatur Sipil Negara (ASN), pegawai negeri yang digaji dari keringat rakyat. Ironisnya, alih-alih menjadi pelayan masyarakat, mereka sering tampil sebagai penjaga gerbang feodalisme modern. Jika politisi korup bisa tumbang oleh sorotan publik, ASN tetap bercokol. Mereka lebih lihai, lebih cerdik, dan tahu cara menghisap di celah-celah abu-abu kekuasaan.

Noel Jadi Tumbal, ASN Operator Tetap Bertahan

Kasus sertifikasi K3 di Kementerian Ketenagakerjaan menjadi contoh nyata. Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer Garungan (Noel), dijadikan wajah skandal. Padahal, dalang sebenarnya adalah ASN aktif, Irvian Bobby Mahendro, yang sudah bermain sejak era menteri sebelumnya.

Noel bukan orang sembarangan. Ia dikenal sebagai aktivis tulen, dekat dengan Hashim Djojohadikusumo, adik Presiden Prabowo Subianto. Kejujuran dan loyalitas Noel kepada perjuangan rakyat selama ini jarang diragukan. Namun, dalam praktiknya, ia justru dijadikan tumbal politik, sementara operator birokrasi tetap tak tersentuh.

Inilah bukti bahwa politisi bisa dihancurkan, aktivis bisa dipatahkan, tapi ASN tetap berdiri sebagai pengendali senyap di balik layar.

Aktivis Bisa Jatuh Karena Kekuasaan

Pengamat politik dan hukum Fredi Moses Ulemlem menegaskan, banyak aktivis justru kehilangan arah ketika memasuki lingkaran kekuasaan.

“Aktivis bisa ‘jatuh’ karena hilangnya idealisme dan moralitas ketika mendapatkan kekuasaan, di mana jabatan mengubah orientasi dari rakyat menjadi fasilitas dan kepentingan pribadi, seperti yang kita lihat dalam kasus sejumlah aktivis yang tumbang di dalam kekuasaan,” kata Fredi.

Menurutnya, seorang aktivis sejati ditandai dengan sikap kritis, kepemimpinan, keberpihakan kepada kaum lemah, hingga militansi dalam memperjuangkan keadilan. Namun, tidak jarang idealisme itu retak ketika mereka sudah berada di dalam struktur kekuasaan.

“Ada kalanya seorang aktivis memiliki idealisme tinggi saat berada di luar kekuasaan, namun menjadi rapuh begitu berada di dalam struktur, sehingga tidak mampu mempertahankan prinsip-prinsipnya,” tambahnya.

Pernyataan Fredi ini memperlihatkan betapa kerasnya benturan antara idealisme aktivis dengan realitas feodalisme birokrasi. Noel hanyalah salah satu contoh bagaimana aktivis bisa dipatahkan sistem, sementara operator ASN tetap melenggang bebas.

ASN: Feodalisme Berseragam Rakyat

ASN adalah struktur permanen negara. Mereka tak tergeser oleh pemilu, tak tumbang oleh pergantian rezim. Menguasai jalur teknis perizinan, proyek, hingga laporan pertanggungjawaban, mereka tahu persis di mana ruang abu-abu bisa disulap menjadi ladang pemerasan.

Bung Karno pernah mengingatkan:

“Birokrasi kita harus dibersihkan dari penyakit feodalisme, sebab feodalisme inilah yang menghisap tenaga rakyat!”

Peringatan itu kini terasa nyata. Dari kasus e-KTP di Kemendagri hingga bocornya Dana Desa, selalu ada tangan ASN yang menata skema di balik layar. Politisi bisa ditangkap, kepala desa bisa dilengserkan, tapi ASN tetap bertahan, berpindah pos, bahkan kerap naik pangkat.

Rakyat Jadi Tumbal

Kata Bung Karno, “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah. Perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.”

Hari ini, musuh rakyat bukan lagi Belanda atau Jepang, melainkan birokrat bangsanya sendiri. Mereka menjadikan tanda tangan sebagai senjata, aturan sebagai tameng, dan prosedur sebagai cambuk untuk menghisap rakyat kecil.

Revolusi Belum Selesai

Politisi bisa jatuh. Aktivis bisa kehilangan idealisme. Tetapi ASN tetap bertahan, bahkan menguat, sebagai “penjajah baru” dalam tubuh bangsa sendiri.

Andai Bung Karno masih hidup, mungkin ia akan menggebrak meja dan berteriak lantang:

“Hapuskan feodalisme birokrasi! Bebaskan rakyat dari cengkeraman korupsi ASN! Sebab hanya dengan menghancurkan penghisapan inilah Indonesia bisa benar-benar merdeka: politik merdeka, ekonomi merdeka, dan sosial merdeka!”.(sang)

Penulis: JNASEditor: JNAS

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *