Jelajahnusantara.co.id| Kabupaten Tangerang – Suasana mendadak tegang di kawasan Bojong Nangka, Kecamatan Kelapa Dua, Senin (10/11) siang. Di bawah terik matahari, dua mobil berlogo Dinas Kesehatan dan BPOM berhenti mendadak di depan sebuah toko obat yang tampak ramai pelanggan. Tanpa banyak bicara, petugas langsung bergerak cepat, menyisir etalase, membuka laci, dan memeriksa kardus-kardus di balik meja, (11/11/2025).

Beberapa menit kemudian, kecurigaan mereka terbukti. Dari hasil swiping mendadak tersebut, ditemukan lebih dari 15 saset obat jenis Eximer dan 5 papan Thermadol, dua jenis obat keras yang masuk kategori daftar G dan dilarang beredar bebas tanpa resep dokter.

Aksi ini dipimpin langsung oleh Ibu Ir dari Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang bersama Bapak Fj dari Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Keduanya turun langsung ke lapangan sebagai bentuk respons cepat terhadap laporan warga dan sorotan tajam media “Topik Terkini” yang sebelumnya mengungkap praktik penjualan obat terlarang di wilayah Kelapa Dua.
“Kami tidak ingin menunggu jatuh korban. Penjualan obat keras tanpa izin seperti ini adalah pelanggaran berat dan bisa berdampak fatal bagi kesehatan, terutama anak muda yang jadi sasaran pasar,” ujar Ibu Ir di lokasi, usai pemeriksaan.
Gerakan pengawasan ini disebut sebagai bentuk sinergisitas lintas sektor antara Dinas Kesehatan, BPOM, dan Persatuan Karya Wartawan Indonesia (PKWI) yang dipimpin oleh ketua umum Budi Santoso, dengan dukungan para aktivis hukum dan pemerhati sosial ainnya.
“Kami dari PKWI tidak hanya melaporkan, tapi juga ikut mengawal agar setiap langkah pengawasan benar-benar dijalankan secara nyata. Ini bentuk tanggung jawab moral media terhadap masyarakat,” ungkap ketua umum PKWI Budi Santoso.
Menurutnya, temuan obat keras di toko tersebut menjadi peringatan keras bagi pelaku usaha lain agar tidak main-main dengan regulasi penjualan obat. “Kalau dibiarkan, bisa jadi bom waktu bagi generasi muda. Kami mendukung Dinkes dan BPOM untuk menutup toko semacam ini dan menyeret pelaku ke ranah hukum,” tambahnya.
Sementara itu, Bapak Fauji dari BPOM memastikan bahwa seluruh barang bukti telah diamankan dan akan dibawa ke laboratorium untuk pemeriksaan lebih lanjut. Ia menegaskan, pihaknya tidak hanya berhenti pada satu lokasi.
“Kami akan telusuri asal barang ini, apakah ada jaringan distribusi di wilayah lain. Kalau terbukti ada pemasok besar, tentu akan kami koordinasikan dengan aparat penegak hukum untuk penindakan lebih luas,” tegasnya, ungkapan tegas ini adalah suara kebersamaan membangun persatuan sama sama bergandengan tangan memberantas penjualan bebas obat obat terlarang tersebut.
Suara paling tajam datang dari aktivis hukum dan pemerhati kebijakan publik, Jerry Ayal, yang menilai bahwa kasus semacam ini sering kali tidak ditindaklanjuti serius oleh aparat kepolisian.
“Ini masalah klasik — ketika Dinkes dan BPOM sudah turun, tapi proses hukum sering berhenti di tengah jalan. Seolah hanya sebatas teguran administratif. Padahal, berdasarkan pasal 435 jo pasal 138 ayat (2) dan ayat (3) serta pasal 436 jo pasal 145 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, penjualan obat keras tanpa izin bisa dikenakan pidana hingga 12 tahun penjara dan denda maksimal Rp 5 miliar,” tegas Jerry.
Ia menambahkan, tindakan hukum tidak boleh tebang pilih. Menurutnya, aparat kepolisian harus proaktif, bukan menunggu laporan formal atau viralitas media baru bergerak.
“Jangan sampai publik menilai polisi hanya bergerak kalau kasusnya ramai di media. Kalau aparat lamban, ini membuka celah bagi pelaku lain untuk terus beroperasi. Penegakan hukum harus adil dan tegas, bukan selektif,” lanjutnya.
Jerry juga mendesak agar kepolisian segera mengambil alih penyelidikan untuk menelusuri jaringan pengedar obat keras di wilayah Tangerang Raya.
“Kalau ini didiamkan, generasi muda kita akan jadi korban. Harus ada efek jera, bukan hanya penyitaan barang bukti,” pungkasnya.
Operasi gabungan ini disebut baru langkah awal. Pihak Dinkes dan BPOM bersama PKWI berencana melanjutkan patroli pengawasan berkala ke sejumlah wilayah lain seperti Curug, Legok, dan Cisauk yang diduga menjadi jalur distribusi obat keras serupa.
Masyarakat juga diimbau untuk segera melaporkan toko atau kios yang menjual obat keras tanpa izin ke kanal pengaduan resmi Dinas Kesehatan atau BPOM.
Aksi cepat ini menjadi bukti bahwa kolaborasi antara media, pemerintah, dan masyarakat bisa menghasilkan dampak nyata dalam mencegah penyalahgunaan obat berbahaya. Namun, publik kini menunggu — apakah penegak hukum akan benar-benar bergerak menindaklanjuti temuan ini, atau kasus ini akan kembali tenggelam seperti sebelumnya, ( JNAS).









