Jelajahnusantara.co.id| Jakarta – R. Haidar Alwi, pendiri Haidar Alwi Care dan Haidar Alwi Institute, menegaskan bahwa Direktorat Jenderal Bea dan Cukai bukan sekadar lembaga pengawas perdagangan, melainkan benteng utama negara dalam melindungi kedaulatan ekonomi rakyat. Menurut Haidar, sejak kepemimpinan Djaka Budhi Utama, Bea Cukai menegaskan peran strategisnya dalam menjaga penerimaan negara sekaligus menutup celah perdagangan gelap yang merugikan rakyat.
“Bea Cukai adalah pintu gerbang ekonomi negara. Jika pintu ini dijaga dengan baik, penerimaan negara terjamin dan ruang gerak mafia perdagangan semakin sempit. Ini bukan soal keuntungan segelintir elit, tetapi keselamatan ekonomi rakyat,” tegas Haidar Alwi.
Peran Strategis Bea Cukai untuk Rakyat
Data Kementerian Keuangan menunjukkan penerimaan Bea dan Cukai 2024 mencapai lebih dari Rp300 triliun, sekitar seperlima dari total penerimaan negara. Angka ini menegaskan posisi lembaga sebagai garda depan negara dalam menstabilkan fiskal dan melindungi kepentingan rakyat dari praktik penyelundupan yang merugikan negara.
“Banyak yang hanya mengenal Bea Cukai dari pemeriksaan bandara. Padahal, tugasnya jauh lebih penting: melindungi sumber daya strategis, memastikan arus perdagangan bersih, dan menutup celah bagi kepentingan kelompok tertentu,” ujar Haidar Alwi.
Langkah Nyata di Awal Kepemimpinan
Djaka Budhi Utama langsung bergerak dengan berbagai operasi penindakan. Satgas Nasional Rokok Ilegal menindak lebih dari 182 juta batang rokok tanpa pita cukai. Sinergi dengan TNI AL menindak 51,2 juta batang rokok ilegal di Perairan Riau dan menggagalkan penyelundupan 714 ton beras, 19,8 ton gula, serta 49,9 ton pasir timah menuju Malaysia.
Puncaknya, pada Juli 2025, Bea Cukai bersama BNN dan TNI AL menggagalkan penyelundupan dua ton sabu dari MV Sea Dragon Tarawa – kasus narkotika terbesar dalam sejarah Indonesia.
“Capaian ini bukan operasi insidental, melainkan bukti negara hadir untuk rakyat, menegaskan kedaulatan ekonomi,” jelas Haidar Alwi.
Apresiasi Bersama, Namun Tetap Kritis
Meski prestasi Bea Cukai patut diapresiasi, Haidar menekankan perlunya catatan kritis. Pergantian pejabat dengan personel TNI menimbulkan pro-kontra: memperkuat disiplin atau militerisasi birokrasi sipil. Isu permintaan dana operasional juga muncul, meski dibantah. Koordinasi internal dengan Kementerian Keuangan disebut masih perlu diperkuat.
“Kritik harus dijawab dengan kerja nyata dan transparansi. Reformasi tidak pernah mulus, tetapi keberanian menampilkan data dan fakta akan membangun kepercayaan rakyat,” tegas Haidar.
Agenda Reformasi untuk Kedaulatan Ekonomi
Haidar Alwi menekankan tiga agenda utama:
Setiap hasil penindakan harus jelas arah penggunaannya, sebagai penerimaan negara atau barang sitaan dengan status hukum transparan.
Keterbukaan pelaporan agar publik dapat menilai kinerja secara objektif.
Peningkatan integritas pegawai untuk menutup ruang penyalahgunaan wewenang.
“Reformasi Bea Cukai tidak cukup dengan operasi keras. Edukasi publik juga penting. Perlindungan sumber daya bangsa adalah hak rakyat, bukan milik elit,” tambah Haidar.
Haidar menilai langkah Bea Cukai sejak awal kepemimpinan Djaka Budhi Utama sebagai momentum penting: negara hadir menutup celah penyelundupan, melindungi kepentingan rakyat, dan menegaskan kedaulatan ekonomi.
“Apresiasi kinerja Bea Cukai harus menjadi motivasi memperkuat benteng ekonomi bangsa. Yang dipertaruhkan bukan sekadar angka penerimaan, tetapi martabat Indonesia di mata rakyat dan dunia,” pungkas Haidar Alwi.
(Dj)