tours
WhatsApp Image 2025-07-16 at 11.57.32_1087950a
previous arrow
next arrow

“Pejalan Kaki Disalahkan, Infrastruktur Dibiarkan”

0-0x0-0-0#

Jelajahnusantara.co.id| Jakarta –  Pejalan kaki merupakan salah satu pengguna jalan yang paling rentan terhadap kecelakaan lalu lintas, terutama di wilayah perkotaan. Keselamatan dan kenyamanan pejalan kaki masih jauh harapan masyarakat, pun jauh dari dari prioritas dalam perencanaan dan pengelolaan infrastruktur transportasi di Indonesia. Data kecelakaan lalu lintas yang dirilis oleh Korps Lalu Lintas Kepolisian Negara Republik Indonesia (Korlantas Polri) menunjukkan bahwa insiden yang melibatkan pejalan kaki pada tahun 2023 mencapai 17.183 orang, yang serimgkal mengakibatkan luka berat dan kematian. Pejalan kaki senngkali disalahkan atas perilaku menyeberang jalan sembarangan, alasan ini menempati urutan pertama dalam penyebab perilaku kecelakaan lalu lintas, yaitu scbcsar 55,119o. Namun, terdapat kescnjangan yang jclas dalam penyediaan fasilitas pejalan kaki yang aman dan mudah diakses seperu trotoar yang memadai, penyeberangan pejalan kaki yang aman, atau rambu dan sinyal yang mempertimbangkan kelompok rentan seperti anak-anak, lansia, dan penyandang disabilitas. Ironisnya, ketika kecelakaan terjadi karena kondisi fasilitas yang buruk seperti trotoar yang rusak, selokan terbuka, atau kurangnya penerangan jalan, tidak ada kejelasan mengenai siapa yang harus bertanggung jawab secara hukum dan administratif. Akuntabilitas atas kesclamatan pejalan kaki dalam konteks infrastruktur jalan masih menjadi arca abu-abu. Plar Kedua Rencana Umum Nasional Kesciamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (RUNK LLAJ) 2022, yang bertujuan untuk memastikan jalan yang aman, seharusnya menjadi arah kebijakan untuk mengatasi masalah ini. Namun, dokumen tersebut belum menetapkan target yang jelas bagi pejalan kaki, terutama kelompok rentan, maupun indikator untuk mengukur keberhasilan perlindungan mereka. Di tengah kebijakan efisiensi anggaran pemenntah, muncul kekhawatiran bahwa pengembangan dan pemeliharaan fasilitas pejalan kaki yang aman akan semakin terabaikan. Amalia S Bendang, Program Officer Koalisi Pejalan Kaki menyampaikan hasil kajiannya, “Dengan baseline data 2010 dan trend angka kecelakaan lalu lintas dengan deadly accident/fatahstic periode 2017-2024, menunjukkan bahwa target penurunan Fatalistic Index 30 o sulit dicapai pada 2025 maupun 2030”. Sehingga alih-alih mampu menurunkan indeks fatalitas kecelakaan jalan raya, justru trend indeks fatalistic ini meningkat dengan R2 – 0,7492, “Artinya ada kecenderungan kuat terjadinya peningkatan kecelakaan jalan raya termasuk dengan fatalistic”, demikian pencgasan Amalia.

Menanggapi kondisi ini, KOPFKA (Koalisi Pejalan Kaki) dan Global Youth Coalition for Road Safety (Koaliss Pemuda Global untuk Keselamatan Jalan) menginssiasi diskusi ini untuk membuka dialog lintas sektoral tentang keselamatan pejalan kaki, akuntabilitas infrastruktur, dan urgensi regulasi serta desain jalan yang inklusif bagi semua kelompok. Alfred Sitorus, Ketua Koalisi Pejalan Kaki (KOPEKA) menjelaskan, “Diskusi public digelar bertujuan untuk memutus sirkular tak berujung di mana Pejalan Kaki Disalahkan, Infrastruktur Dibiarkan”. Dengan diskusi public ini diharapkan mampu: (1) menguraikan isu akuntabilitas dalam kecelakaan yang melibatkan pejalan kaki akibat infrastruktur jalan: (2) menganalisis efektivitas penerapan Pilar 2 RUNK LLAJ dan dampak efisiensi anggaran terhadap pencapaian target keselamatan jalan: (3) memperjelas target pemerintah terkait keselamatan pengguna jalan, terutama pejalan kaki, (4) memberikan masukan bagi para pemangku kepentingan dengan mendengarkan berbagai perspektif pengguna jalan demi penurunan indeks kecelakaan dan fatalistic jalan raya terutama terkait pejalan kaki.

Kombes Pol. Ruben Verry Takaendengan, SILK dari KORLANTAS POLRI menyatakan, “Setiap jam ada 3 orang meninggal dunia karena kecelakaan jalan raya. Ada beberapa faktor yang memicu terjadinya kecelakan jalan raya, terutama attitude para pengguna jalan yang tidak disiplin, selam factor-taktor lain seperti standard kendaraan, ketersediaan infrastruktur maupun kondisi cuaca”.

Artha Camellia dari UNICEF menyatakan, “Tidak bisa dipungkiri bahwa kecelakaan lalu lintas merupakan penvebab utama terjadinya kematian dan disabilitas terutama anak-anak. Maka penting untuk mendesain intrastruktur jalan sesuai dengan kebutuhan setiap pengguna. Intrastruktur yang mampu memberikan mantaat dengan jaminan keselamatan bagi para pengguna jalan, terutama pejalan kaki”.

Agung Mahesa Himawan Dorodjatoen dari Bappenas menyatakan, “Perencanaan dan penyediaan infrastruktur yang aman, nyaman dan terintegrasi merujuk pada pilar kedua pembangunan transportasi yang terkait keselamatan pejalan kaki”.

“Kami menyadari bahwa angka kecelakan jalan raya termasuk pejalan kaki, masih tinggi. Namun Jasa Raharja tetap mempersiapkan segala sesuatunya terkait santunan bagi para korbankan kecelakan jalan raya”, demikian penegasan Bagus dari Jasa Raharja.

Ricky Janus Mangapul Gultom dari Dinas Bina Marga menyampaikan, “Kami senantiasa memperbaiki fasilitas dan infrastruktur kota terutama untuk lalu lintas pejalan yang aman, nyaman dan berkeselamatan. Apabila ada fasilitas yang kurang memadai apalagi membahayakan keselamatan pejalan kaki, silakan mengadukan ke kami bisa melalui aplikasi Jaki”.

Ulfi Puarada dari Global Youth Coaliion, “Hendaknya para stakcholder terutama kalangan muda dilibatkan pada proses perencanaan dan design pembangunan transportasi, schingga terbangun fasilitas yang inklusif bagi semua kalangan, terutama menjamin keselamatan pada pengguna jalan”.

Dengan diskusi publik ini terbangun kesepakatan untuk mendorong perencanaan, pembangunan dan pengelolaan fasilitas jalan dan infrastruktur terkait secara terpadu yang mampu memberikan jaminan keselamatan jalan, terutama bagi para pejalan kaki. Dengan demikian diharapkan mampu memperbaiki indek fatalitas kecelakaan jalan.

Reporter: JNAS.

Penulis: JNASEditor: JNAS

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *