Jelajahnusantra.co.id| Jakarta – “Pangan adalah soal hidup matinya bangsa,” kata Bung Karno pada 1952. Kutipan legendaris ini tetap relevan di era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, saat politik pangan menjadi cermin apakah kebijakan pemerintah berpihak pada rakyat kecil atau sekadar menuruti mekanisme pasar.(27 Oktober 2025)
Pada awal masa kepemimpinan Presiden Prabowo, publik menaruh harapan besar agar konsep kedaulatan pangan tidak berhenti di tataran retorika, melainkan menjadi strategi konkret yang menyejahterakan petani sekaligus menjamin ketenangan konsumen. Harapan ini tetap melekat dalam ingatan masyarakat hingga saat ini.
Indonesia memiliki dua pilar kelembagaan pangan yang strategis: Perum Bulog dan Badan Pangan Nasional (Bapanas). Bulog berperan sebagai pengelola logistik dan cadangan beras pemerintah, sementara Bapanas menjadi otak perumusan kebijakan pangan lintas komoditas. Keduanya ibarat “otot dan otak” tata kelola pangan nasional.
Jika menengok ke masa Orde Baru, stabilitas pangan menjadi fondasi stabilitas sosial nasional. Kini, tantangan lebih kompleks: perubahan iklim ekstrem, ketegangan geopolitik antarnegara produsen beras, dan fluktuasi nilai tukar yang memengaruhi pasar domestik. Politik pangan era Prabowo harus bergeser ke politik presisi, berbasis data, efisiensi operasional, dan keterbukaan informasi.
Per Oktober 2025, cadangan beras pemerintah tercatat 3,9 juta ton, sebagian besar dari produksi dalam negeri. Pemerintah menegaskan tidak akan melakukan impor hingga akhir tahun. Langkah ini diapresiasi, namun menuntut pengelolaan stok, penggilingan, dan distribusi yang akurat agar pasokan merata.
Harga beras sempat menembus Rp15.000 per kilogram pada Agustus sebelum menurun di September, mencerminkan dilema klasik negara agraris: menyeimbangkan kepentingan petani agar tetap memperoleh harga wajar tanpa membebani konsumen berpenghasilan rendah. Di titik inilah politik pangan diuji antara keadilan sosial dan efisiensi ekonomi.
Digitalisasi dan Transparansi: Pilar Politik Pangan Modern
Bulog kini perlu menjadi operator berbasis data, memanfaatkan teknologi seperti Warehouse Management System (WMS) untuk memantau suhu, kelembapan, dan rotasi stok. Bapanas, di sisi lain, memperkuat One Data Food System, mengintegrasikan informasi dari hulu hingga hilir.
Transparansi publik menjadi kunci: akses data stok, harga, dan jalur distribusi melalui dashboard terbuka dapat menumbuhkan kepercayaan masyarakat dan menekan spekulasi.
Selain lembaga pemerintah, Koperasi Merah Putih menjadi kekuatan ekonomi rakyat yang strategis. Berbasis gotong royong dan nasionalisme ekonomi, koperasi ini menghubungkan petani, UMKM pangan, dan pasar, sekaligus mendukung Bulog dan Bapanas dalam penyerapan panen, pengelolaan cadangan lokal, serta program pangan murah. Digitalisasi dan pembiayaan mikro mempercepat pemerataan distribusi, menjaga stabilitas harga, dan memperluas partisipasi masyarakat.
Langkah Konkret Memperkuat Politik Pangan
Jan Prince Permata, Wakil Sekretaris Jenderal PISPI, menekankan beberapa langkah penting:
– Menegakkan koridor harga: batas bawah untuk melindungi pendapatan petani, batas atas untuk menjaga daya beli masyarakat, dievaluasi secara berkala.
– Sistem ketertelusuran pangan: QR code dan blockchain privat untuk memastikan asal-usul dan kualitas beras.
– Prediksi panen berbasis teknologi: citra satelit dan machine learning membantu pengadaan dan distribusi presisi.
– Gerakan Pangan Murah (GPM) permanen: operasi berbasis data untuk meredam inflasi pangan di daerah.
– Transparansi komunikasi publik: Laporan Pangan Mingguan berisi stok nasional, harga rata-rata, dan distribusi bantuan.
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang kini menjangkau lebih dari 35 juta penerima manfaat melalui hampir 12 ribu dapur umum adalah bukti keberpihakan pemerintah. Digital checklist berbasis HACCP dan supplier rating system memastikan keamanan pangan, menjadikan distribusi bukan sekadar bantuan, tetapi jaminan kualitas bagi masyarakat.
Menuju Kedaulatan Pangan Sejati
Politik pangan berkeadilan memerlukan tiga prasyarat utama:
Kepemimpinan tata kelola tunggal dan tegas: Bapanas sebagai pengarah, Bulog sebagai pelaksana, Kementerian Pertanian sebagai penguat produksi.
Disiplin data dan akuntabilitas publik: setiap fluktuasi harga dan stok harus memiliki penanggung jawab jelas.
Kolaborasi lintas sektor: forum supply council antara pemerintah, penggilingan, dan ritel modern untuk pengambilan keputusan bersama dan transparan.
Jan Prince menegaskan, politik pangan yang presisi dan berpihak kepada rakyat mampu menstabilkan harga, menjamin pasokan, dan menumbuhkan kepercayaan publik.
Kedaulatan pangan sejati bukan angka statistik semata, tetapi pengalaman nyata rakyat: sawah produktif, pasar terjangkau, dan dapur yang selalu cukup bahan pangan.
“Politik pangan sejati bukan untuk menenangkan pasar, tetapi untuk menyejahterakan rakyat,” tutup Jan Prince.(sang)









